Minggu, 05 Juni 2011

renungan: sikap kita pada orang tua

Sebuah kisah yang bisa
mengingatkan kita akan kedua
Orang tua kita..

Suatu ketika, hiduplah sebatang
pohon apel besar dan anak lelaki
yang senang bermain-main di
bawah pohon apel itu setiap
hari.

Ia senang memanjatnya
hingga ke pucuk pohon,
memakan buahnya, tidur-
tiduran di keteduhan
rindang daun-daunnya.
Anak lelaki itu sangat
mencintai pohon apel itu.
Demikian pula pohon apel
sangat mencintai anak kecil itu .
Waktu terus berlalu. Anak lelaki
itu kini telah tumbuh besar dan
tidak lagi bermain-main dengan
pohon apel itu setiap harinya.
Suatu hari ia mendatangi pohon
apel. Wajahnya tampak sedih .
“ Ayo ke sini bermain-main lagi
denganku,” pinta pohon apel
itu. “Aku bukan anak kecil yang
bermain-main dengan pohon
lagi, ” jawab anak lelaki
itu.”Aku ingin sekali memiliki
mainan, tapi aku tak punya uang
untuk membelinya. ”

Pohon apel itu
menyahut,
“ Duh, maaf
aku pun tak
punya uang….
tetapi kau boleh mengambil
semua buah apelku dan
menjualnya. Kau bisa
mendapatkan uang untuk
membeli mainan
kegemaranmu. ” Anak lelaki itu
sangat senang. Ia lalu memetik
semua buah apel yang ada di
pohon dan pergi dengan penuh
suka cita. Namun, setelah itu
anak lelaki tak pernah datang
lagi. Pohon apel itu kembali
sedih.

Suatu hari anak lelaki itu datang
lagi. Pohon apel sangat senang
melihatnya datang . “Ayo
bermain-main denganku lagi,”
kata pohon apel. “Aku tak
punya waktu,” jawab anak
lelaki itu. “Aku harus bekerja
untuk keluargaku. Kami
membutuhkan rumah untuk
tempat tinggal . Maukah kau
menolongku ?” Duh, maaf aku
pun tak memiliki rumah.

Tapi kau boleh
menebang
semua dahan
rantingku untuk
membangun
rumahmu, ”
kata pohon apel.
Kemudian anak lelaki itu
menebang semua dahan dan
ranting pohon apel itu dan pergi
dengan gembira. Pohon apel itu
juga merasa bahagia melihat
anak lelaki itu senang, tapi anak
lelaki itu tak pernah kembali
lagi. Pohon apel itu merasa
kesepian dan sedih.

Pada suatu musim panas, anak
lelaki itu datang lagi. Pohon apel
merasa sangat bersuka cita
menyambutnya.. “Ayo
bermain-main lagi denganku,”
kata pohon apel.. “Aku
sedih ,” kata anak lelaki itu.
“Aku sudah tua dan ingin
hidup tenang.. Aku ingin pergi
berlibur dan berlayar. Maukah
kau memberi aku sebuah kapal
untuk pesiar ?”

“Duh, maaf aku tak punya
kapal, tapi kau boleh memotong
batang tubuhku dan
menggunakannya untuk
membuat kapal yang kau mau.
Pergilah berlayar dan
bersenang-senanglah . ”

Kemudian, anak lelaki itu
memotong batang pohon apel
itu dan membuat kapal yang
diidamkannya. Ia lalu pergi
berlayar dan tak pernah lagi
datang menemui pohon apel itu.

Akhirnya, anak lelaki itu datang
lagi setelah bertahun-tahun
kemudian. “Maaf anakku,”
kata pohon apel itu. “Aku
sudah tak memiliki buah apel
lagi untukmu. ” “Tak apa. Aku
pun sudah tak memiliki gigi
untuk mengigit buah apelmu,”
jawab anak lelaki itu..

“Aku juga tak memiliki batang
dan dahan yang bisa kau
panjat , ” kata pohon apel.
“Sekarang , aku sudah terlalu
tua untuk itu,” jawab anak
lelaki itu. “Aku benar-benar tak
memiliki apa-apa lagi yang bisa
aku berikan padamu. Yang
tersisa hanyalah akar-akarku
yang sudah tua dan sekarat
ini, ” kata pohon apel itu sambil
menitikkan air mata.

“Aku tak memerlukan apa-apa
lagi sekarang,” kata anak
lelaki.
“ Aku hanya membutuhkan
tempat untuk beristirahat. Aku
sangat lelah setelah sekian lama
meninggalkanmu. ” “Oooh,
bagus sekali. Tahukah kau, akar-
akar pohon tua adalah tempat
terbaik untuk berbaring dan
beristirahat. Mari, marilah
berbaring di pelukan akar-
akarku dan beristirahatlah
dengan tenang.” Anak lelaki itu
berbaring di pelukan akar-akar
pohon.

Pohon apel itu sangat gembira
dan tersenyum sambil
meneteskan air matanya.

Pohon apel itu adalah orang tua
kita .
Ketika kita muda, kita senang
bermain-main dengan ayah dan
ibu kita. Ketika kita tumbuh
besar, kita meninggalkan
mereka, dan hanya datang
ketika kita memerlukan sesuatu
atau dalam kesulitan. Tak peduli
apa pun, orang tua kita akan
selalu ada di sana untuk
memberikan apa yang bisa
mereka berikan untuk membuat
kita bahagia. Anda mungkin
berpikir bahwa anak lelaki itu
telah bertindak sangat kasar
pada pohon itu, tetapi begitulah
cara kita memperlakukan orang
tua kita.

Dan, yang terpenting: cintailah
orang tua kita.
Sampaikan pada orang tua kita
sekarang, betapa kita
mencintainya; dan berterima
kasih atas seluruh hidup yang
telah dan akan diberikannya
pada kita.

Tidak ada komentar: